Oleh : Aliyadi
L
Melanjutkan perjalanan menuju Surabaya dengan menggunakan pesawat Garuda Inonesia, pesawat boeing 737 – 800, penerbangan ditempuh dalam waktu 57 menit, itu informasi dari pramugari saat akan lepas landas. Penulis termasuk yang paling jarang menggunakan maskapai plat merah ini, paling pernah juga menggunakan anak perusahaannya yaitu Citilink. Mengapa demikian karena daya tarik tarif promo yang ditawarkan beberapa maskapai yang memancing emosi untuk membeli tiket murah.

Kadang teman ada yang berolok kok mau-maunya menggunakan maskapai murah jangan-jangan pesawatnya rongsokan, itu image yang ditanamkan pada maskapai harga murah. Setelah penulis memperhatikan di Bandara, ternyata maskapai plat merah ini juga menggunakan berbagai jenis pesawat, boeing 7373 – 800NG dengan kapasitas penumpang 12 kursi bisnis dan 150 kursi ekonomi serta 2 cockpit dan beberapa awak Kabin, dari data majalah Colours tidak disebutkan tanggal pembuatan.

Selain itu dari data majalah Colours terungkap beberapa jenis peswat lain misalnya : boeing 777-300 ER, Boeing 747-400, Airbus A330-300, Airbus A330-200, Bombardie1t CRJ 1000 Nextgen, serta ATR 72-600, dengan kapasitas penumpang bervariasi dari yang paling rendah 96 penumpang. Dari data tersebut, maskapai lainpun menggunakan jenis pesawat yang, bahkan tahun pembuatan dicantumkan, sehingga tau berapa umur pesawat yang mereka operasikan.

Nah, kesan yang diungkapkan teman saya tadi perbedaanya dimana? Tentu beda dari simbol Garuda adalah BUMN sedangkan yang lain murni swasta dengan nilai nekat dan berani. Sebagai perintis, kok ada yang bilang pesawat rongsokan kalau harganya murah, dianggap seperti bis ekonomi zaman dahulu dengan istilah si jago mogok, kalau di pesawat si jago delay. Coba kalau pembaca pernah menggunakan maskapai yang dimaksud, bisa bandingkan umur dan tahun pembuatan pesawat bahkan ada yang tahun terbaru.
Beda koki walau masakan sama menu sama biasa pelanggan akan tersugesti bahwa harga mahal sudah pasti enak, itu masalah rasa bukan substansi sesungguhnya. Seandainya ada urusan bisnis penting jadwal penerbangan penuh, apakah kita akan membatalkan penerbangan? Saya yakin tidak, tetap akan menggunakan maskapai yang lain, walaupun selera kepuasan yang terkurangi. Beda dengan keselamatan, kalau yang satu ini regulasi sudah jelas mengaturnya, jika tetap terjadi sudah diluar prediksi, mungkin human error, atau non teknis yang lain...monggo!!!
Komentar
Posting Komentar