Memahamkan Arti Diri Sendiri Ke Orang Lain

Oleh : Dr. Ir. Aliyadi, MM, M. Kom*

Memahamkan arti diri sendiri pada orang lain memang mempunyai makna berbeda, ini sangat tergantung pada sikap dan pemahaman maknawiyah yang terlintas dibenak orang yang  mengamati diri kita.

Suatu peristiwa itu sering diukur dari apa yang sudah menjadi mineset si pemberi nilai, siapapun mereka, teman sejawat, keluarga maupun anak dan istri sekalipun. Banyak pihak berpendapat bahwa perilaku seseorang akan selalu mirip dengan apa yang dia pikirkan kemudian diterjemahkan dalam bentuk tindakan nyata, jika tidak sikap emosionalnya akan berubah dan menterjemahkan dengan bahasa naluri yang berlaku pada diri individu tersebut.

Gejala sosial seperti ini erat kaitannya dengan perasaan cemburu sosial yang dipicu oleh perbedaan perbendaharaan kata dan emosi yang tertancap, jika melihat kesuksesan orang lain muncul perasaan senang dan tidak senang, baik mempunyai landasan kuat atau tidak, dan sikap subyektifpun mempengaruhi secara dominan. Perasaan yang terbangun seperti itu akan mempengaruhi kejiwaan sesorang, apakah akan bersifat super sensitif atau hanya acuh pada lingkungan sekitarnya.

Teori Weber berpendapat bahwa studi kehidupan sosial yang mempelajari pranata dan struktur sosial dari luar saja, seakan-akan tidak ada inside-story, dan karena itu mengesampingkan pengarahan diri oleh individu, tidak menjangkau unsur utama dan pokok dari kehidupan sosial itu. Sosiologi sendiri  haruslah berusaha menjelaskan dan menerangkan kelakuan manusia dengan menyelami dan memahami seluruh arti sistem subyektif.

Weber membuat klasifikasi mengenai perilaku sosial atau tindakan sosial menjadi 4 yaitu : Kelakuan yang diarahkan secara rasional kepada tercapainya suatu tujuan. Dengan kata lain dapat dikatakan sebagai kesesuaian antara cara dan tujuan. Contohnya bekerja keras untuk mendapatkan nafkah yang cukup.

Kelakuan yang berorientasi kepada nilai. Berkaitan dengan nilai – nilai dasar dalam masyarakat, nilai disini seperti keindahan, kemerdekaan, persaudaraan, dll. misalnya ketika kita melihat warga suatu negara yang berasal dari berbagai kalangan berbaur bersama tanpa membeda-bedakan. Kelakuan yang menerima orientasi dari perasaan atau emosi atau Afektif . contohnya seperti orang yang melampiaskan nafsu mereka.

Kelakuan Tradisional bisa dikatakan sebagai Tindakan  yang tidak memperhitungkan pertimbangan Rasional. Contohnya Berbagai macam upacara \ tradisi yang dimaksudkan untuk melestarikan kebudayaan leluhur. (KJ Veeger. 1990. Realitas Sosial: refleksi filsafat sosial atas hubungan individu-masyarakat dalam cakrawala sejarah sosiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama)

Jadi bahan perbincangan kadang terhambat ole fenomena dasar alam bawah sadar bahwa kita adalah mahluk sosial, dan sangat dipengaruhi oleh struktur sosial masyarakat. Kadang manusia bisa saja menjustifikasi seseorang berdasarkan perangai nafsu esensial.

Baik buruk berdasarkan hirarki filsafat berujung siapakah yang telah bisa membebaskan pikirannya dari pengaruh subyektif individu. Manakalah kita melihat sesuatu dengan kacamata logika maka muncul dua pemaknaan berbeda menjadi positif dan negatif.

Kesimpulan 

Memaknai arti diri sendiri sangat tergantung ruang dan waktu, sejurus kemudian orang akan datang menyampaikan masalahnya agar diberi solusi yang terbaik, pertanyaanya, apakah yang bersangkutan sudah mengetahui masalah yang mereka hadapi? Jika ya maka secarik kertas bisa kita ambil lalu menuliskan kalimat "inilah solusinya yang tepat".


Perilaku tindak lanjut merupakan teori solusi berikutnya, teori sosial merupakan teori abstrak yang bisa diterapkan dalam demensi alam bebas nilai ataupun demensi alam penuh nilai terikat...semoga!!!!

* Dosen FT Unmuh Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia.

Komentar

Postingan Populer