Sebentar Lagi Musyda Pimpinan Daerah Muhammadiyah Ponorogo

 Oleh : Ir. Aliyadi, MM, M.Kom*


Musyawarah Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur telah usai digelar, diharapkan Januari 2016 ini  seluruh Pimpinan Daerah Muhammadiyah se Jawa Timur  sudah menggelar Musyawarah Daerah, dan bulan Mei 2016 seluruh Pimpinan Cabang Muhammadiyah se Jawa Timur  direncanakan telah selesai menyelenggarakan  Musyawarah Cabang. Salah satu agenda yang paling penting dalam musyawarah diantaranya adalah pemilihan pimpinan melalui system formatur. Model kepemimpinan untuk kurun waktu 5 tahun ke depan biasanya lepas dari pembahasan. Padahal model kepemimpinan sangat menentukan terhadap roda gerakan Muhammadiyah ke depan. 
Musyarawah Daerah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Ponorogo segera akan digelar pada akhir Januari 2016 ini, tentu saja perhelatan ini tidak se-heboh Pilkada Ponorogo yang baru saja berlalu pada tanggal 09 Desember 2015 yang lalu, karena tradisi di Muhammadiyah jauh berbeda dengan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, Muhammadiyah adalah ormas yang bergerak dalam bidang dakwah dan yang bersifat NGO (Non Governmental Organization) yang berorientasi nirlaba.
Walaupun tidak sehiruk pikuk pilkada, Musyawarah Daerah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Ponorogo ini tidak menutup kemungkinan ada segelintir orang yang ingin memanfaatkan momen ini sebagai alat untuk kepentingan pribadi, dan itu sangat mudah untuk dibaca, biasanya mulai menyusun strategi menguasai Pansel dengan mengabaikan tugas pokok dan fungsi panitia seleksi, seolah-olah pansel bertugas otoritas mandiri dan tidak bisa dipengaruhi oleh pihak manapun, suka-suka membuat aturan, padahal pansel itu hanya menjalankan aturan yang dibuat oleh Pleno. Kalau sudah dirasuki oleh sindikat seperti itu maka Muhammadiyah  kedepan akan kehilangan ruhnya, yaitu ormas yang terbuka, mengembangkan sayap lebih luas cakupannya.
Jika calon Pimpinan Daerah sudah dibatas-batasi dengan aturan yang mereka buat hanya untuk memuluskan tujuan mereka, maka Muhammadiyah menjadi dinasti yang hanya bisa dimiliki oleh orang yang telah merasa paling kader, paling Muhammadiyah tapi kadang hasilnya kerja mereka masih belum maksimal, jika dikotomi kader non kader, maka yang berhak untuk memimpin Muhammadiyah hanya keterunan KH. Ahmad Dalan.

Model Kepemimpinan Kolegial
Idealnya model kepemimpinan kolegial didukung oleh kolektivitas pimpinan  yang memiliki latar belakang keilmuan yang variatif, mengingat amal usaha Muhammadiyah juga bervariasi.  Sehingga job description akan tepat dan sesuai dengan profesi yang digelutinya. Hal ini senada dengan pendapat E. Durkheim, seorang sosiolog terkemuka, ia berpendapat dalam masyarakat modern bangunan komunikasinya didasarkan pada ikatan fungsional. Maka sebuah organisasi akan bisa eksis dan berkembang bila mengedepankan ikatan fungsional. Sungguh sangat naif apabila sekolah dan rumah sakit Muhammadiyah dipimpin oleh orang yang tidak memiliki latar belakang profesional yang sesuai.
Barangkali inilah titik lemah pemilihan pimpinan melalui formatur, sehingga tatkala akan menempatkan orang yang sesuai dengan kapabilitasnya kadang mengalami kendala, apalagi tidak boleh rangkap jabatan dengan organisasi yang sepadan maupun partai politik. Padahal dalam masyarakat modern orang bisa saja memiliki multi fungsi atau banyak profesi.
Di satu sisi model kepemimpinan kolegial, tidak akan berjalan efektif apabila tidak di dukung oleh komitmen dan rasa tanggung jawab pimpinan yang lain. Orang jawa mengatakan jagakke, karena program kerja atau tanggung jawabnya sudah ada yang melaksanakan.  Apalagi model struktur organisasi Muhammadiyah, posisi wakil ketua adalah sebagai koordinator majlis atau lembaga. Sehingga yang memiliki gagasan untuk menjalankan dan mengembangkan program adalah majlis atau lembaga tersebut. Fungsi koordinator sebagai pengarah, koordinator bahkan mempertemukan unsur majlis kadang tidak berjalan secara maksimal.

Tawaran Alternatif Model Kepemimpinan
            Apabila mengacu model kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan, model kepemimpinan KH.Ahmad Dahlan dalam penerapannya lebih cenderung mendekati  model kepemimpinan transformasional. Karena ada banyak kesamaan teknik memimpin KH. Ahmad Dahlan dengan model Kepemimpinan transformasional.
Sebagai gambaran Daft (1999:427) memberi pengertian bahwa: Transformational leaders have the ability to lead changes in the organization’s vision, strategy, and cultureas well as promote innovation in products and technologies. Hughes, Ginnet, Curphy (2002:416) mendefinisikan, Transformation leaders possess good visioning, rhetorical (heighten followers emotional levels and inspire them to embrace the vision), impression management skills, and they use these skills to develop strong emotional bonds with followers.
 KH. Ahmad Dahlan adalah sosok yang mampu membangun kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan penghormatan terhadap orang yang dipimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan dari mereka. Pemimpin transformasional mengubah dan memotivasi para pengikut dengan: (1) membuat mereka lebih menyadari pentingnya hasil tugas, (2) membujuk mereka untuk mementingkan kepentingan tim atau organisasi mereka dibandingkan dengan kepentingan pribadi, (3) mengaktifkan kebutuhan mereka pada tingkat yang lebih tinggi. Bass & Riggio (2006:6) mengemukakan 4 dimensi gaya kepemimpinan transformasional:
a.  Pengaruh Idealis (Idelaized Influence)
Pemimpin berperilaku dan bertindak sebagai contoh atau suri tauladan. Pemimpin dapat menciptakan rasa kagum (admire), rasa hormat (respect), dan rasa percaya diri (trust) dari orang yang dipimpinnya. Pemimpin mempengaruhi anggota atau pimpinan yang lain melalui komunikasi langsung dengan menekankan pentingnya nilai-nilai moral, komitmen, dan keyakinan dalam mencapai tujuan serta mempertimbangkan akibat-akibat moral dan etik dari setiap keputusan yang diambil.
b. Motivasi Inspirasional (Inspirational Motivation)
Pemimpin memotivasi dan menginspirasi para anggota dan pimpinan yang lain dengan menyediakan tantangan kepada mereka. Pemimpin dapat mengkomunikasikan visinya dengan penuh keyakinan diri, mereka mendemonstrasikan keteguhan dan komitmen untuk mencapai tujuan dan memiliki pandangan yang jauh ke depan. Gaya kepemimpinan ini dapat memperbesar optimisme dan membangkitkan gairah anggota dan pimpinan yang lain dalam menggerakkan roda organisasi. 
c. Rangsangan Intelektual (Intellectual Stimulation)
Pemimpin merangsang usaha para anggota dan pimpinan yang lain untuk bertindak secara inovatif dan kreatif dengan mempertanyakan asumsi, meninjau ulang masalah, dan menangani permasalahan dalam cara-cara yang baru. Pemimpin mengajak para anggota dan pimpinan yang lain untuk berpikir secara rasional serta menggunakan data dan fakta dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. 
d. Pertimbangan Pribadi (Individualized Consideration)
Pemimpin memperlakukan setiap anggota dan pimpinan yang lain sebagai pribadi yang unik, yang memiliki kecakapan, kebutuhan dan keinginan yang berbeda satu sama lain. Pemimpin memberikan perhatian yang khusus kepada mereka untuk meningkatkan prestasi dan mengembangkan kemampuan mereka. Pemimpin tidak hanya mengenali kebutuhan mereka dan meningkatkan perspektif mereka, tetapi juga menyampaikan gagasan atau solusi untuk mencapai tujuan yang lebih efektif.
Kepemimpinan transformasional menjawab tantangan zaman yang penuh dengan perubahan. Zaman yang dihadapi saat ini bukan zaman ketika manusia menerima segala apa yang menimpanya, tetapi zaman di mana manusia dapat mengkritik dan meminta yang layak dari apa yang diberikannya secara kemanusiaan. Dalam terminologi motivasi Maslow, manusia di era ini adalah manusia yang memiliki keinginan mengaktualisasikan dirinya, yang berimplikasi pada bentuk pelayanan dan penghargaan terhadap manusia itu sendiri. Kepemimpinan transformasional tidak saja didasarkan pada kebutuhan akan penghargaan diri, tetapi menumbuhkan kesadaran para pimpinan untuk berbuat yang terbaik dan memandang manusia, kinerja, dan pertumbuhan organisasi adalah sisi yang saling berpengaruh.
Kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses yang pada dasarnya para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Pemimpin adalah seorang yang sadar akan prinsip perkembangan oganisasi dan kinerja manusia sehingga ia berupaya mengembangkan segi kepemimpinannya secara utuh melalui pemotivasian terhadap anggota dan pimpinan yang lain dan  menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan, kecemburuan, kebencian apalagi kebohongan.
Demikian opini kita tentang model kepemimpinan Muhammadiyah, mudah-mudahan dapat memberi inspirasi dan motivasi untuk mengembangkan Persyarikatan Muhammadiyah yang kita cintai. Model kepemimpinan transformasional ini hanya tawaran bisa dikaji dan didiskusikan lagi secara mendalam, tidak lain untuk pengembangan dan kemajuan Muhammadiyah. (Sumber :http://andiirawan68.blogspot.co.id).

Komentar

Postingan Populer